Jumat, 03 Juli 2009

Budaya Gaul tuk Anak Muda

Orang bilang, kalo tahun ini rambut kita ngga segimbal Lenny Kravitz, maka kita ngga gaul. Kalo ngga gape main winning eleven atau ngga jago memainkan si Lara Croft kita bukan anak gaul, bahkan kalo seumur-umur kita belum pernah nginjek diskotik & pub, kita super ngga gaul, kacida (kata urang bandung mah).Menjadi anak gaul seolah menjadi impian setiap anak remaja, rasanya kita begitu save dan enjoy pergi kemana-mana kalo kita punya label gaul, ke sekolah ok, ke mall asyik, beredar di jalanan pun ok aja lagi.
Pokoknya kalo kita punya merk anak gaul, yang lain minggiiirrr!Sayangnya, banyak yang menafsirkan sosok anak gaul dengan tafsiran yang dangkal dan agak ganjil. Anak SD sekarang malu kalo belum merokok, disangka ngga gaul, anak SMP “fastabiqul” ngumpulin koleksi artis-artis idolanya ala Westlife, Greenday, dll. Malu kalo temannya main ke kamarnya ngga ada foto si Bryan atau si Sean. Anak SMU malu abis kalo masih jomblo dan ngga tau trik-trik menarik perhatian. Anak mahasiswa apalagi, banyak yang sudah ngga malu kalo sudah ngga virgin lagi. Iih ngeri yah, masa sih anak gaul mesti seperti itu? Apa bener anak gaul mesti punya ciri-ciri kayak yang diceritakan tadi?Sobat muda yang shaleh dan tetap ceria, coba deh kita tengok lagi kamus bahasa Indonesia kita, di sana jelas dikatakan bergaul artinya bercampur, berbaur, bermasyarakat.
Bahkan menurut kamus bahasa gaul sendiri, bergaul itu artinya supel, pandai berteman, nyambung diajak ngomong, periang, cerdas, dan serba tau info-info yang aktual, tajam dan terpercaya alias luwes wawasan.Jadi, ngga tepat dong kalo label anak gaul hanya diberikan kepada mereka-mereka yang punya puber, berpenampilan supergirl, makannya burger tapi kerjaannya cuma udar-ider.
Dan kayaknya lebih cocok kalo label anak gaul itu, buat sobat muda yang cerdas, luwes dan berwawasan luas, kalem, berpenampilan adem, jiwanya tentrem, kerjanya baca buku sampe malem dan hobinya shalat malem, plus ngga ketinggalan anak gaul itu mesti rame tapi ngga bikin rese. Sepakat???Lawan dari gaul adalah “kuper” alias kurang pergaulan. Sobat, dulu orang gampang aja ngecap seseorang itu anak gaul atau kuper. Kalo anaknya hip-hip hura kemana-mana bawa ganknya, penampilan nyentrik walau ngga komplit Nokia N-gage terbaru di tangan, ke kampus bawa kodok VW teranyar, itu anak gaul. Sebaliknya, kalo anaknya pendiam, pemalu, lugu, penampilan alakadarnya pokona mah ngolot lah, itu jelas anak kuper bahkan sebagian orang kerap mengidentikkan kekuperan dengan jilbab dan peci, “nyantri”, yang mojok di pinggiran keramaian kota. Astaghfirullahal adzim.Tapi jangan khawatir sobat muda, sekarang skornya jadi :
1 : 1 ketika ternyata di sekolah-sekolah favorit, di kampus-kampus bonafid, di perumahan-perumahan elit bahkan di kursi-kursi eksekutif mereka berpenampilan nyantri, bahkan skornya berbalik menjadi
1 : 2 saat sosok-sosok juara kelas dan siswa teladan, ketua senat pembela aspirasi umat, teknokrat yang taat, ilmuwan yang penuh pemahaman, hartawan yang dermawan, dan dokter yang berakhlak mulia, menjelma menjadi sosok gaul yang berbaur dengan masyarakat dan membawa rahmat bagi mereka.Wah seru ya jadi anak gaul yang dicintai kerabat, sahabat dan masyarakat di dunia dan akhirat. Hidup dengan enak tapi tidak seenaknya. Gimana caranya???Gini deh…
Pertama, kuasai informasi.
Filsafat modern mengatakan siapa yang menguasai informasi dialah yang menguasai dunia. Sobat, ingatlah di dunia ini hanya ada dua pilihan, dipengaruhi atau mempengaruhi. Jadilah Mr. Info yang serba tau dan jangan pernah ketinggalan berita-berita terkini dan tercanggih, sehingga kalo temen kamu butuh info sesuatu, pastikan bertanya sama kamu dan mendapat jawaban yang memuaskan. Jangan kalah sama mereka yang otaknya dijejali dengan menghapal seleb-seleb yang sama zodiaknya, lagu-lagu teranyar yang dirilis boys-band favoritnya, dll. Kalo sudah jadi Mr. Info, insya Allah ngga bakalan ada orang yang berani ngecap kamu kuper. Tapi ingat, tidak semua yang kita tau harus kita lakoni.
Kedua, harus ada nilai plus kesalehan.
Salah satu indikator dari kesalehan adalah baik budi pekerti/akhlak. Ngga ada cerita orang yang ngga suka sama anak shaleh. Anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua, semuanya suka anak yang berbudi pekerti baik. Bukankah ketika Rasul ditanya oleh para sahabat, siapakah yang di antara hamba Allah yang paling dicintai Allah, beliau menjawab, “Yang terbaik budi pekertinya”. (At-Thabrani).
Ketiga, milikilah sahabat sejati.
Sebuah hikmah menyatakan manusia itu ibarat satu sayap yang tidak dapat terbang tanpa sayap yang satunya, dan di sanalah peranan seorang teman sejati yang mengokohkan kita saat kita oleng, yang mengingatkan kita saat kita khilaf, yang menuntun kita saat kita buta. Teman sejati inilah yang tidak dimiliki oleh anak-anak gaul yang meninggal dengan tragis akibat over dosis karena obat yang diberikan “sohib” karibnya. Teman sejati juga tidak dapat dimiliki dalam kehidupan tak bernorma ala homo homini lupus, siapa yang kuat dia yang dapat, ambil kesempatan urusan belakangan, sehingga timbullah makhluk-makhluk selingkuh, khianat dan munafik. Itulah akibatnya kalo kita salah pilih teman kepercayaan, kita merasa ditusuk dari belakang, sakit sekali dan di akhirat kita bisa gigit jari.Keempat, kalo sudah punya teman sejati sebagai pegangan, berlakulah seperti ikan di laut yang hidup di air asin tapi tubuhnya tidak berasa asin. Jangan menutup diri, berbaurlah, tapi jangan lebur. Ingat pesan Rasul, “Orang mukmin yang bergaul dengan orang lain dan tabah menghadapi gangguan mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan orang lain dan tidak tabah menghadapi gangguan mereka (At-Tirmidzi). Bukankah shalat berjamaah lebih utama daripada sendirian? Bukankah amal jama’i lebih mengesankan daripada amal sendirian? Dan bukankah sabda Rasul, “ Orang yang paling baik adalah orang yang paling banyak manfaatnya untuk manusia.
Generasi Keledai
ARDATH makin popular di kalangan remaja. Bukan merk rokok, tapi akronim 'Aku rela ditiduri asal tidak hamil.'Setiap orang - terlebih remajanya - memang mesti gaul. Sebab kita adalah 'mahluk gaul'. Dalam istilah sosiologi, Aristoteles menyebutnya zoon politicon. Meskipun secara bahasa, kamu-kamu juga pasti ada yang tahu kalau zoon politicon itu sebetulnya lebih tepat diartikan sebagai 'hewan gaul' daripada 'mahluk gaul'.Apa pun istilahnya, yang penting kita jangan seperti hewan dalam bergaul. Iya kan?
Sebab, menurut Plato manusia memiliki jiwa rohaniah yang tidak dimiliki hewan (Gerungan, 1996 : 5). Jiwa rohaniah berfungsi untuk menemukan nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan ini. Sedangkan Imam Al Ghazali mengatakan, pengetahuan manusia tentang kebenaran tergantung sepenuhnya pada sesuatu yang berada di luar akal manusia. Yaitu sesuatu yang lebih tinggi daripada akal. Dalilnya adalah firman Allah, "Kebenaran itu datang dari Tuhanmu (Allah SWT), maka janganiah kamu termasuk orang-orang yang ragu." (QS. Al Baqarah : 147)Hati-hati
BergaulIntinya, kita kudu hati-hati dalam bergaul. Tidak setiap gaul itu baik. Jangan lantaran takut disebut kuper atau nggak gaul, kita lalu kebablasan. Sebab, ada saja yang terjerumus ke hal-hal negatif bahkan menyesatkan gara-gara salah gaul. Entah karena faktor ikut-ikutan (imitasi), kena pengaruh (sugesti), keliru mengidentifikasi, atau karena faktor lainnya.Oleh karena itu, ungkap L.Kohlberg, alasan moral (moral reasoning) harus senantiasa melandasi setiap sikap dan perilaku.
Lewat penalaran moral, termasuk di dalamnya pertimbangan nilai-nilai agama, seseorang akan berpikir positif untuk menentukan pilihan yang terbaik.Berdasarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam suatu pergaulan, maka secara garis besar ada gaul yang islami, ada juga gaul yang tidak islami. Gaul yang tidak islami itu bisa berbau jahiliah, musyrik, ateis, dan 'bau-bau' lainnya - emangnya enak jadi orang 'bau', iya nggak!Celakanya lagi, meniru-niru gaul yang tidak islami, kita pun bisa digolongkan seperti mereka. Kan hadis Nabi SAW menyatakan, "Jika seseorang meniru-niru suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka." Bisa gawat, dong.NgetrenTren, atau ngetren telah menjadi bagian dari gaul yang sarat imitasi, terutama peniruan nilai-nilai budaya Barat.
Mengikuti tren tertentu dianggap gengsi, sehingga tren jadi ukuran dalarn bergaul, berikut segala perilaku dan penampilan yang menyertainya. Mulai dari gaya berbusana (fesyen), gaya bersenang-senang (fun), hingga perilaku makah-minurn (food). Untuk mudahnya, sebut saja Tiga F'.Repotnya, karena dicekoki tren, seringkali membuat orang lepas dari etika, moral, bahkan lepas dari nilai-nilai agama. Tren dalam fesyen, misalnya, kalau nggak ketat, ya transparan atau buka-bukaan mengekspose aurat (terutama aurat perempuan), padahal memperlihatkan aurat dalam agama kita dianggap sudah ketinggalan zaman karena yang begitu itu adalah 'gaya hidup primitif, kalau tidak hendak dikatakan, maaf, tradisi bina plus...tang. Jelas kan, mana yang sejatinya kuno mana yang modern."....Sesungguhnya perempuan itu, apabila sudah baligh, tidak patut menampakkan sesuatu dari dirinya melainkan 'ini' dan 'ini'," kata Nabi kita sembari menunjuk muka dan teiapak tangannya.. (HR. Abu Daud)Masih banyak hadis lain, tapi itu saja dulu lah.Ada pula tren cowok meniru busana cewek, cewek meniru busana laki-laki. Katanya, unisex. Inipun jelas-jelas kebli-nger. Kata Nabi, "Laknat Allah kepada iaki-laki yang meniru perempuan, dan perempuan yang meniru laki-laki." (HR. Bukhari)Kita beralih ke soal fun. Paling banyak ditandai pacaran, pergi ke (atau mangkal di) tempat-tempat hiburan. Pacaran sekarang cenderung mengarah pada zina (ngeseks), sedangkan di tempat-tempat hiburan seringkali terjadi ngedrink, nge-drug, dan ngegambling.
Jadi sudah sangat jelas penyimpangannya dari moral atau nilai-nilai agama.Allah memperingatkan, "Kalian telah terlena oleh melimpahnya kesenangan, sehingga tibalah saatnya kalian di tepi jurang." (QS At Takatsur : 1-2)"Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir dan mereka memandang hina orang-orang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat..." (QS Al Baqarah : 212)PacaranDari pacaran yang dikira bagian dari 'gaji!', timbullah gejala sosial di kalangan rernaja. Nggak peduli di kota ataupun di desa.
Orang yang tidak senang pacaran dianggap tidak laku, tidak gaul, atau kuper. Walah, walaaah.... Ada-ada saja, ya !Salah satu gejala negatifnya ialah adanya berbagai perilaku yang menjadikan pacar sebagai suatu kebanggaan pergaulan. Ada semacam ajang pamer pacar. Entah di sekolah, di kampus, di mall, di tempat hiburan, di pesta atau di tempat lainnya."Gimana Bob! Kece nggak cewek gua," bisik Coy pada temannya. "Boleh juga. Trus, gimana dengan cewek gua," balik si Bob, juga berbisik."Kalau wajah, jelas kalah sama cewek gua. Tapi soal bodi, gua akuin deh, cewek lu lebih bahenol."Walah! Pacar itu barang, kali !?Karena pacaran dianggap 'gaul', dan untuk mendapatkan pengakuan sebagai 'anak gaul', banyak remaja yang belum punya pacar cepat-cepat nyari pacar.
Lingkungan gaulnya pun ngumpul bareng bersama pacar.Sekolah atau kampus menjadi ajang pacaran. Sepulang sekolah atau kuliah, kembali pacaran. Bahkan pada saat-saat lainnya, ada agenda wakuncar, apel mingguan, dan seterusnya. Begitu banyak waktu tersita untuk pacaran, menyebabkan pelajaran, kuliah dan hal-hal penting lainnya menjadi terabaikan. Padahal dana untuk pacaran diperoleh dari hasil 'unik' (usaha nipu kolot = orang tua). Sebab umumnya mereka belum bisa cari duit sendiri.Premarital sexYang lebih gawat dan bikin repot keluarga adalah sinyalemen Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, bahwa pacaran mengarah atau mendorong terjadinya hubungan seks di luar nikah (premarital sex), membuat kepribadian remaja menjadi labil, pelajaran terganggu karena konsentrasi sering terhambat oleh lamunan atau khayalan sex (Singgih, 1993:94) Apalagi, bila premarital sex itu menyebabkan kehamilan. Nah, lho !Seks di luar nikah merupakan kegagalan seorang remaja mengendalikan diri sehingga menjadi budak hawa nafsu birahi, budak setan.
Meskipun dalihnya, 'atas nama cinta'. Gombal!Kehamilan di kalangan remaja putri, ternyata bukan cerita baru. Menurut data dr Biran Afandi di Jakarta, selama 1987 saja sudah terdapat 284 remaja putri yang hamil di luar nikah. (Assalam, Oktober 2002). Tuh, kan?Belakangan, remaja sekarang katanya makin 'pinter'. Tapi, pinter yang keblinger. Mereka sudah mengenal aiat-alat kontrasepsi, seperti kondom, pil dan suntik anti kehamilan, termasuk hubungan seks dengan cara rythm method (pantang berkala). "Biar nggak hamil," katanya. Begitulah kalau sudah berprinsip ARDATH: Aku Rela Ditiduri Asal Tidak Hamil. Trus, biar asal tidak dosa-nya, gimana ?Simak dong firman Allah, "Dan janganlah kamu dekati zina (mengarah ke berbuat zina, seperti berpandang-pandangan, berdua-duaan, bergandengan, dan seterusnya), sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk." (QS Al Isra : 32)Antara enak dan halal.Setelah fesyen dan fun, maka F yang ketiga adalah food (makanan-minuman). Ternyata masih ada saja remaja kita rnerasa bahwa makan di KFC, Pizza Hut, Wendys, McDonald, dan fast food ala Barat lainnya, merupakan tren dan bergengsi, tanpa mempedulikan kehalalannya.
Sedangkan makan di warteg dianggapnya, yaa...kampungan lah.Betapa noraknya kita ! Di Amrik, tempat-tempat makan seperti itu masuk kategori rendahan. Apalagi menurut ahli gizi di Amerika sendiri, ada fast food atau makanan ala Amrik yang dianggap garbage food, alias 'makanan sampah’. Sebab, kandungan gizinya sangat tidak sesuai dengan standar gizi yang sehat untuk tubuh.Boleh-boleh saja kita menikmati jenis makanan-minuman yang 'bermerek dunia'. Namun sebagai muslim, kita tetap harus memperhatikan halal-haramnya.
Lebih baik kita makan ala kadarnya tapi lengkap unsur gizi, protein dan seratnya serta jelas kehalalannya, tidak subhat.Ingat, Allah telah mengingatkan kita, "...Makanlah sebagian dari makanan yang ada di bumi yang halal dan baik - halalan thayyiban - dan jangan ikuti perilaku setan, karena setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS Al Baqarah ; 168)Nah, remaja muslim tinggal memilih mau jadi "generasi rabbani' sesuai tuntunan Ilahi, atau mau jadi 'generasi keledai' seperti disebut dalam Al Quran surah Al Jumu'ah ayat 5, "...ibarat keledai.... Itulah seburuk-buruk perumpamaan bagi mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim."

Mengenal kecerdasan Emosional Remaja

Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi.
Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya. Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun (Hurlock, 1992) dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi. Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya.Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif.

Apa Sih Kecerdasan Emosional

Goleman (1997), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Dari beberapa pendapat diatas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. 3 (tiga) unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari : kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial (menangani suatu hubungan) dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain).

Komponen-Komponen Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional bukan merupakan lawan kecerdasan intelektual yang biasa dikenal dengan IQ, namun keduanya berinteraksi secara dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan di sekolah, tempat kerja, dan dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat. Goleman (1995) mengungkapkan 5 (lima) wilayah kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu : Mengenali emosi diri
Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah.
Mengelola emosi : Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila : mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri.
Memotivasi diri
Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut : a) cara mengendalikan dorongan hati; b) derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; c) kekuatan berfikir positif; d) optimisme; dan e) keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.Mengenali emosi orang lain
Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.
Membina hubungan dengan orang lain
Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Sesungguhnya karena tidak dimilikinya keterampilan-keterampilan semacam inilah yang menyebabkan seseroang seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan.Dengan memahami komponen-komponen emosional tersebut diatas, diharapkan para remaja dapat menyalurkan emosinya secara proporsional dan efektif. Dengan demikian energi yang dimiliki akan tersalurkan secara baik sehingga mengurangi hal-hal negatif yang dapat merugikan masa depan remaja dan bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar